'Romang Tangngayya' Yang Terisolir,
Kapolrestabes Makassar Arungi Banjir Di Tengah Derasnya Hujan
( Catatan : Andi Pasamangi Wawo)
Romang Tangngayya, nama kampung di ujung "dunia' nya kota Makassar yang berbatasan dengan perkampungan Timurnya Kabupaten Gowa, bisa tembus ke Restoran Saung Rindu Alam.
Kampung yang wilayahnya masuk di RT 04 RW 06 Kelurahan Tamangapa Kecamatan Manggala ini, berpenduduk 325 jiwa terdiri dari 164 pria dan 152 wanita. Lebihnya, 21 lansia, 25 Balita plus 3 bayi yang berdiam di atas 74 unit rumah kayu.
Terkenal sebagai kampung terisolir karena langganan banjir tahunan. Hingga, tak pelak dan tak bisa ditawarkan lagi, perahulah satu satunya alat transportasi warga. Tak heran kalau mayoritas pemilik rumah, memarkir perahu kecil.
Jumat sore (20/12), Kapolrestabes Makassar Kombes Dr Mokhamad Ngajib, S.Ik, MH sepertinya tak mau menerima laporan Kapolseknya di atas kertas saja. Seolah tergerak hatinya ingin menyaksikan langsung 'derita' warga pinggiran kota 'dunia' ini.
Dengan menggunakan perahu karet yang diawaki petugas BPBD Pemkot, mesin tempel menderu mengarungi sekitar 1,4 mil jauhnya banjir setinggi 1 hingga 3 meter menuju lokasi.
Kunjungan Kapolrestabes didampingi Kabagops AKBP Darminto, S.Sos, Kasat Narkoba Kompol Lulik Febyantara, Kasi Humas AKP Wahiduddin, S.Sos, Kapolsek Kompol Drs Semuel To'longan, SH, Msi, MH dan Camat Manggala Andi Eldi Indra Malta, S.Stp, MM serta saya selaku Kordinator FKPM Resor Kotabes Makassar.
DIJAMU.
Raut wajah warga yang menyambut di atas rumah kayu, tak nampak kesedihan. Mereka justru kelihatan ceria dikunjungi pejabat Polisi 'number one' di Makassar.
Hal itu terjawab dari sambutan H
Amin Dg Ngewa, seorang tokoh masyarakat di Romang Tangngayya.
"Kami haturkan banyak terimakasih setulus tulusnya atas kunjungan bapak Kapolrestabes", tuturnya sambil mengungkapkan, ini kali pertama seorang pejabat Polisi menyempatkan waktu dan perhatiannya ke warga yang jauh dari kebisingan kota ini.
"Kami semua merasa bangga, pak" tambahnya lalu menyilahkan masuk ke 'induk' rumah.
Ketika di dalam rumah, pak Kapolrestabes sempat bertanya ke saya : "Mereka orang susah tapi kenapa mereka repot siapkan makanan untuk rombongan".
Sebagai mantan Ketua Forum Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (FKLPM) Kecamatan Manggala, saya menjelaskan bahwa, warga di sini merasa dihargai kalau dikunjungi tamu. Mereka seperinya wajib menyiapkan sumber daya alam yang dimiliki kampung ini untuk dia suguhkan.
"Kalau musim kemarau mereka menjamu dengan masakan bebek palekko dan telur itik. Beda kalau musim hujan. Mereka banjir ikan sungai yang mengalir dari Kabupaten Gowa bahkan ada dari kabupaten Maros, pak", tambah saya.
MENOLAK.
Sebelum duduk bersila usai menyalami warga,
beberapa emak emak ditanya pak Kapolrestabes :
"Kalau dievakuasi atau di relokasi, apakah ibu mau meninggalkan kampung ini".
Mereka hampir serentak menjawab dalam bahasa Makassar setelah saya 'translet' seperti guide. Yang artinya : Menolak, karena menurutnya, kampung ini sebagai tanah tumpah darah keluarganya beranak pinak. Tempat bertani, bercocok tanam di musim kemarau dan jadi nelayan di musim hujan sekitar 3 bulan.
Namun demikian Kapolrestabes tetap mengharapkan kesediaan warga dievakuasi kalau keadaan cuaca memburuk.
" Ada Babinkamtibmas dan Pemerintah setempat yang setiap saat siap membantu kalau dibutuhkan", kunci Kombes Ngajib di sela pesan pesan Kamtibmasnya.
Kunjungan berakhir sehabis mencicipi jamuan makan Lele asap dan Nila bakar plus sayur dan sambel mentah.
Menjelang fardhu Magrib, usai Kapolrestabes Makassar memberi bantuan sembako dan uang kontan secara simbolis kepada masing masing perwakilan warga, Anwar sang Ketua RT mengantar rombongan menggunakan perahu fiberglass memandu perahu karet kembali ke daratan di tengah derasnya guyuran hujan.
"Terimakasih tak terhingga atas kunjungannya bersama rombongan Kapolres, pak Andi", tuturnya kepada saya di pintu Mesjid 'Kassi' ketika rombongan "Makassar satu" pak Haji Mokhamad Ngajib bersiap shalat berjamaah.( AP)
Editor : Andi Eka/Muh Aris/Andi A Effendy