Oleh Muchlis Patahna
Pesta lima tahunan di negara kita baik itu pemilihan presiden (Pilpres) maupun pemilu legislatif selayaknya disambut dengan hati gembira. Perhelatan itu hendaknya bagaikan kenduri rakyat yang mencerminkan demokasi yang menggembirakan untuk memilih pimpinan tertinggi negara dan wakil rakyat.
Tapi, apa yang terjadi? Di masyarakat kita melihat adanya ketegangan dan konflik. Dalam masyarakat muncul saling hujat di antara para pemuja dari masing-masing pendukung kandidat capres maupun pendukung partai. Masyarakat jadi terbelah dan pecah. Itu gambaran jelang pesta lima tahunan yang bakal berlangsung pada Februari 2024 nanti. Suasana kehidupan politik yang sejatinya disambut dengan kenyamanan, bertukar jadi ketegangan.
Hal yang nyaris sama terjadi di kalangan pelaku aktivis politik. Suasana was-was dan cenderung dihinggapi ketakutan menghinggapi para politisi. Mereka yang tidak sejalan dengan "koalisi penguasa" diancam dengan dimeja hijaukan atau ditersangkakan.
Begitulah dalam tahun politik ini terlihat adanya dugaan dan kecenderungan munculnya, kita sebut saja "teror hukum penjara". Diasumsikan seluruh ketua partai punya komorbit hukum, maka semacam ketakutan jangan-jangan besok lusa berhadapan dengan KPK, kejaksaan dan polisi.
Kita lihat elite politik banyak berhubungan dengan hukum akhir-akhir ini. Kalau Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menjadi tersangka maka asumsi ini ada benarnya. Syahrul sekarang sedang dibidik dalam kasus dugaan korupsi suap menyuap, laporan pertanggung jawaban dan grafitasi.
Beberapa menteri lain yang juga sedang dibidik adalah cawapres Muhaimin Iskandar dalam kasus dugaan korupsi pengadaan software pengawasan TKI di luar negeri di Kemenaker. Mereka yang juga pernah dipanggil menjadi saksi antara lain Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto dalam kasus korupsi ekspor minyak sawit. Menpora Dito dalam kasus korupsi BTS (Base Transceiver Station) yang telah menjadikan Menkoinfo Johni G.Plate yang sudah jadi tersangka dan perkaranya sedang bergulir di pengadilan. Demikian juga capres Anies Baswedan, diancang- ancang dugaan kasus Formula E.
Bercampur baurnya urusan politik dan hukum di tahun politik ini menimbulkan dugaan adanya politisasi hukum untuk kepentingan politik. Jika ini benar adanya terjadi maka berarti hukum sudah tidak netral dan tidak lagi menegakkan keadilan.
Editor : Andi Eka/Andi A Effendy